Jepara Berada Dimana
Sonora.ID - Berikut lirik lagu Bunga yang dinyanyikan oleh Thomas Arya.
Lagu ini dirilis pada tahun 2008 silam dan masuk ke dalam album 'Bukan Tak Setia'.
Lagu ini diciptakan oleh Thomas Arya sendiri sementara musiknya adalah ciptaan Decky Ryan.
Lagu ini memiliki versi akustik yang baru diunggah ke YouTube Thomas Arya pada tahun 2020.
Ia berhasil mendapatkan 2 juta viewers dan 10 ribu likes.
Merana... kini aku merana...
Kekasih tercinta entah dimana...
Sendiri kini ku dibalut sepi...
Tiada tempat tuk bercurah lagi...
Dimana... kini entah dimana...
Bunga impian yang indah dimata...
Kurindu tutur sapamu nan manja...
Saat kau berada disisi ku...
Kini tinggal aku sendiri...
Hanya berteman dengan sepi...
Menanti dirimu kembali...
Disini kuterus menanti...
Menanti dirimu kekasih...
Dimana kini kau berada...
Jangan biarkan diriku...
Jangan kau gores luka didada...
Sungguh diriku takkan kuasa...
Campakkan kenangan...
Merana... kini aku merana...
Kekasih tercinta entah dimana...
Sendiri kini ku dibalut sepi...
Tiada tempat tuk bercurah lagi...
Dimana... kini entah dimana...
Bunga impian yang indah dimata...
Kurindu tutur sapamu nan manja...
Saat kau berada disisi ku...
Kini tinggal aku sendiri...
Hanya berteman dengan sepi...
Menanti dirimu kembali...
Disini kuterus menanti...
Menanti dirimu kekasih...
Dimana kini kau berada...
Jangan biarkan diriku...
Jangan kau gores luka didada...
Sungguh diriku takkan kuasa...
Campakkan kenangan...
15 Desember 2024 21:23 WIB
15 Desember 2024 21:00 WIB
15 Desember 2024 21:00 WIB
15 Desember 2024 20:28 WIB
TRIBUNPADANG.COM - Berikut chord gitar Bunga Thomas Arya.
Chord gitar Bunga Thomas Arya dimulai dari kunci Am.
Lagu Bunga Thomas Arya dirilis 2008 lalu.
Baca juga: Chord Gitar Kesucian Ati Difarina Indra, Lirik: Ojo Dipadakno Isun Ambi Wong Liyo
Intro : Am F G Am .. Am F G Am ..
*) Am Gmerana kini aku merana Dm Amkekasih tercinta entah kemana Am Gsendiri kini ku dibalut sepi Dm Amtiada tempat tuk bercurah lagi
**) Am Gdimana kini entah dimana Dm Ambunga impian yang indah dimata Am G kurindu tutur sepamu nan manja Dm Esaat kau barada disisiku
#) Gkini tinggallah kusendiri C Amhanya berteman dengan sepi iiii Gmenanti dirimu kembali C Amdisini ku terus menanti iiii Fakan kucoba untuk G Ammenanti dirimu kekasih
Reff: Am oh bunga G dimana kini kau berada Dm jangan biarkan diriku Am dalam kesorangan
Am oh bunga G jangan kau gores luka didada Dm sungguh diriku takkan kuasa Am campakkan kenangan F G Am ho ho ho.. oh bungaku F G Am ho ho ho.. oh bungaku
Musik : Am F G Am Am F G Am
F G Amho ho ho.. oh bungaku F G Amho ho ho.. oh bungaku
6°35′31″S 110°40′16″E / 6.592071°S 110.671242°E / -6.592071; 110.671242
Jepara (bahasa Jawa: ꦗꦼꦥꦫ) (atau disebut juga Jepara Kota) adalah ibu kota Kabupaten Jepara yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian dari Kabupaten Jepara. Jepara juga merupakan sebuah wilayah kecamatan yang terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.[3]
Menurut C. Lekkerkerker, nama Jepara berasal dari kata Ujungpara. disebut ujungpara karena dahulu ada orang dari Majapahit yang sedang berjalan melewati daerah yang sekarang disebut Jepara, melihat nelayan yang sedang membagi-bagi ikan hasil tangkapannya "membagi" dalam bahasa jawa adalah "Para" (dibaca: Poro), maka pengembara tersebut menceritakan di kota tujuannya bahwa dia melewati Ujung Para karena dia melewati ujung pulau Jawa yang ada yang membagi ikan.
Kemudian berubah menjadi Ujung Mara, dan Jumpara, yang akhirnya berubah menjadi Japara pada tahun 1950an diubah menjadi Jepara hal itu dibuktikan adanya Persijap (Persatuan Sepak bola Japara). Kata Ujung dan Para sendiri berasal dari bahasa jawa, Ujung artinya bagian darat yang menjorok ke laut dan Para yang artinya menunjukkan arah, yang digabung menjadi suatu daerah yang menjorok ke laut.
Letak geografis memang menempatkan Jepara di semenanjung yang strategis dan mudah di jangkau oleh para pedagang. Para dari sumber yang lain diartikan Pepara, yang artinya bebakulan mrono mrene, yang kemudian diartikan sebuah ujung tempat bermukimnya para pedagang dari berbagai daerah. Orang Jawa menyebut menyebut nama Jepara menjadi Jeporo, dan orang Jawa yang menggunakan bahasa krama inggil menyebut Jepara menjadi Jepanten, dalam bahasa Inggris disebut Japara, Sedangkan orang Belanda menyebut Yapara atau Japare.
Kecamatan Jepara terbagi menjadi 4 desa dan 11 Kelurahan, yaitu:
Pada umumnya penduduk Jepara merupakan suku Jawa, dan beberapa suku lain dari Indonesia. Tahun 2021, jumlah penduduk kecamatan Jepara sebanyak 92.967 jiwa, dengan kepadatan 1.167 jiwa/km².[2] Kemudian, persentasi penduduk kecamatan Jepara berdasarkan agama yang dianut yakni Islam 97,03%, kemudian Kekristenan 2,93% dimana Protestan 2,41% dan Katolik 0,51%. Selebihnya buddha sebanyak 0,02% dan Hindu 0,02%.[4]
Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar masyarakat Kecamatan Jepara menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Jeporonan.
Kecamatan Jepara memiliki beberapa taman, yaitu:
Masakan khas Jepara, adalah:
Kecamatan Jepara terdapat 1 Polindes, 1 Puskesmas dan 3 Rumah Sakit, yaitu:
Kecamatan Jepara terdapat beberapa Pasar, yaitu:
Wikimedia Commons memiliki media mengenai
Sehat bermula dengan aktif bergerak.
KASET video, yang terutama jadi hiburan orang kaya, ternyata bisa pula mengundang kekhawatiran. "Pengaruh kaset video sama jahatnya dengan narkotika," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR Santoso Tossany, dalam acara dengar pendapat Komisi I dengan Badan Sensor Film (BSF) di Auditorium BSF, 20 Februari silam. Pemakaian kaset video belakangan ini bukan lagi terbatas di kalangan berada. Tapi, menurut anggota Fraksi Karya itu, sudah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat. Malah ia menuduh adanya usaha-usaha merusak moral masyarakat melalui video. Sebaliknya pemerintah, dianggap Santoso, segan menangani masalah ini. " Berapa persen yang berisikan sadisme dan pornografi di satu pihak, dengan yang berisikan ilmu pengetahuan atau ilmiah di pihak lain?" tanya Santoso. Dia tidak sendiri. Ketua Pelaksana BSF, Thomas Sugito, yang berwenang melakukan penyensuran menyatakan: tidak ada satu pun kaset video yang berisikan ilmu pengetahuan. "Semua cerita menyerempet sadisme, pornografi atau sejenis dengan itu," katanya. Banyak kesulitan BSF menyensur kaset video, kata Sugito pula. Antaranya, yang diserahkan kepada BSF itu hanya kopi. "Jadi tidak dapat diketahui apakah pemotongan di BSF benar-benar dilakukan terhadap video yang akan diedarkan," ujarnya. Padahal pengawasan dalam peredaran sulit dilakukan. Kesulitan utama dikeluhkan Sugito karena adanya dua tangan yang melakukan penyensuran. Yaitu Kejaksaan Agung dan BSF. "Ini menyenangkan produsen video, sebab semakin banyak tangan semakin banyak pula lubang yang ada," katanya. Apalagi, menurut Sugito, antara kedua instansi itu terdapat "ganjalan" pada pangkal tolak penilaian terhadap video. Kejaksaan melihatnya sebagai barang cetakan, sebab itu merasa berhak melakukan sensur. Sementara BSF sesuai dengan kriteria Unesco menganggap video sebagai barang audio v*ual, sama dengan film. "Yang paling baik itu hanya satu tangan," katanya. "Kejaksaan cukup menindak kalau ada penyelundupan atau pelanggaran." Anak Tiri Prosedur sebuah kaset video dari luar negeri sampai ke peredaran memang berliku. Seorang pengusaha video mengimpor master kopi dari luar negeri, atau membeli film dalam negeri, Untuk yang dari luar, setelah melaluipmtu Bea Cukai, pengusaha itu harus membuat dua kopi untuk Kejaksaan Agung. Di Kejaksaan Agung kopi itu diperiksa apakah "bertentangan atau tidak dengan Pancasila dan UUD 45". Lolos dari Kejaksaan Agung, kaset video itu dikirimkan ke BSF. "Setiap bulan BSF menerima 150 judul dari Kejaksaan Agung," ujar Kadiono, Sekretaris BSF. Di instansi itu, kopi kaset video harus antre dulu untuk disensur. Setelah melalui gunting sensur, satu kopi dikembalikan ke Kejaksaan Agung. dan satu kopi tinggal di BSF. Pengusaha kaset video mengambil kopi dari Kejaksaan Agung, dan baru bisa memproduksinya setelah mendapat izin produksi dari Departemen Perindustrian. "Jadi yang dilakukan BSF itu menerima dari Kejaksaan Agung, menyensurnya, dan mengembalikan kepada Kejaksaan Agung," ujar Thomas Sugito Sugito juga menyebutkan, sejak September 1981 ada 1.689 judul yang diterima BSF dari Kejaksaan Agung. Dari jumlah itu sudah disensur 1.268 judul, dan 208 judul ditolak. Sisanya masih tertunda, "masih menunggu rekomendasi dari asosiasi importir film," ujar Kadiono. Semenjak 1 Januari lalu, BSF menambah lagi prosedur untuk kaset video itu, yaitu setiap kopi yang akan disensur harus ada rekomendasi dari asosiasi itu. Kata Kadiono, rekomendasi tersebut perlu, karena asosiasi film dianggap lebih memahami masalah peredaran film. Anehnya jalan yang berliku itu tidak membuat pengusaha video keberatan. "Kami tidak keberatan dengan adanya dua instansi," ujar Soenarto Wirjowidagdo, Ketua Asosiasi Pengusaha Video Indonesia (Aspevi) yang membawahkan sembilan perusahaan rekaman video. Ia malah keberatan kalau wewenang itu diserahkan hanya kepada BSF. "Sebab kami dianaktirikan BSF," ujarnya. Ketua pengusaha video ini menunjukkan data: betapa banyak kaset video yang ditolak BSF, "padahal dalam bentuk film sudah beredar." Dan film itu BSF juga yang menynsur. Soenarto menunjuk lagi peraturan baru BSE, bahwa semua kaset video harus melalui rekomendasi asosiasi film, itu cukup aneh. "Kami yang swasta harus minta rekomendasi pada orang swasta juga," katanya. Lalu kritik BSF, bahwa kaset video melulu sadisme dan porno, dinilai Soenarto sebagai "menampar muka BSF sendiri, dan tidak berdasar." Sebab semua kaset video itu tidak akan beredar kalau tidak melalui BSF. "BSF mengakui kaset video disensur lebih ketat dari film, tapi sekarang dikatakan yang beredar porno dan sadis. Kan aneh," ujarnya. Pengontrolan kaset video menurut Soenarto sebenarnya lebih gampang daripada mengontrol film. Sebab, pada sampul setiap kaset video yang beredar ditulls nama perusahaan dan izin semua instansi yang menanganinya. "Cukup BSF membeli sebuah saja, yang dianggapnya menyimpang dari sensur, dan mencocokkannya dengan arsip yang ada di BSF. Kalau terbukti ada yang disambung kembali, perusahaannya bisa diskors atau dicabut izinnya," kata Soenarto. Sebaliknya ia menuduh, jika sebuah film disambung kembali, BSF tidak bisa membuktikan. "Paling setelah menonton, BSF memanggil importir film," ujar Soenarto lagi. Hanya Taktik Malah Soenarto melihat film lebih merusak. "Sebab film dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat, sampai diputar di lapangan, sementara sebuah kaset video harganya Rp 30 ribu. Yang bergaji Rp 100 ribu saja tidak bisa membeli," katanya. Kalangan atas yang menonton video dianggap Soenarto lebih mampu menahan . ekses daripada penonton di bioskop misbar (gerimis bubar. Kritik yang dilancarkan sekarang ini, dianggap Soenarto hanya taktik BSF untuk memonopoli semua wewenang perizinan. Sebab itu pekan ini Soenarto sibuk meminta Komisi I untuk mendengar pula pendapat para pengusaha video di DPR. Kejaksaan Agung yang ikut dipersoalkan, tidak banyak komentar. "Tunggu saja," kata Jaksa Agung Ismail Saleh. Tapi sementara itu, kaset video dengan film cabul mudah didapat di pasaran gelap--sekarang juga. Santoso Tossany, anggota DPR itu, mungkin hanya tak tahu bahwa seorang anak bisa membawa sesuatu dalam tasnya sepulang dari sekolah atau rumah teman -- dan memasangnya di pesawat video di rumah, sementara orang tuanya tak ada. Barang selundupan memang cerita popler untuk banyak negeri. Dan tiba-tiba soalnya berada di luar perdebatan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
2012—2024 © 12Go Asia Pte., Ltd. Version 2067.3701 - 4.250.0 STB Travel Agent Licence (General) TA03409, 75 High Street, Singapore, 12Go Europe Ltd. HE402152, 66 Arch. Makarios III Avenue, Cronos Court, 8th Floor, Office 82, CY1070 Nicosia, Cyprus
Secara umum, rumah bagiku artinya adalah sebagai tempat di mana kita merasa nyaman dan sepenuhnya menjadi diri sendiri. Rumah adalah tempat di mana kita tidak perlu berupaya untuk memberikan impresi kepada siapapun. Tempat yang aman dan membuat kita selalu betah sehingga ingin selalu kembali.
Namun di masa pandemi, kata rumah dalam arti yang sebenarnya seakan bergeser. Aku merasa pandemi ini memaksa kita untuk diam di rumah dan menghadapi pikiran-pikiran kita sendiri. Rumah dalam arti yang sebenarnya malah bisa jadi bukan zona nyaman saat ini, melainkan tempat yang menantang. Bayangkan kita harus bersama keluarga setiap hari dan tentunya semakin sering kita bertemu, semakin sering timbul friksi. Kalau aku ditanyakan sekarang zona nyamanku ada di mana, mungkin aku akan jawab di luar kota, berlibur. Apalagi aku adalah seorang ekstrover yang suka bertemu banyak orang. Di saat seperti sekarang yang membatasiku bertemu banyak orang tapi tetap harus mengeluarkan ide dan konsep kreatif untuk menghasilkan karya, bisa membuatku tidak nyaman.
Sebenarnya, tidak ada salahnya ingin selalu berada di zona nyaman. Tapi ingatlah bahwa di dalam zona nyaman kita akan kesulitan untuk bertahan dan berjuang. Terkadang saat berada di zona nyaman kita rela untuk melewatkan sesuatu yang luar biasa demi mempertahankan kondisi di mana kita tahu tidak akan hal buruk yang berisiko membahayakan. Hanya saja, aku yakin bahwa normalnya, manusia tidak bisa selalu berada di zona nyaman selama yang diinginkan. Pada satu titik hidup, kita “dipaksa” keluar dari zona nyaman.
Terkadang saat berada di zona nyaman, kita rela untuk melewatkan sesuatu yang luar biasa, demi mempertahankan kondisi di mana kita tahu tidak akan hal buruk yang berisiko membahayakan.
Terkadang aku pun merasa seperti ingin “lari”. Tapi akhirnya, pertanyaan yang akan aku tanyakan pada diriku sendiri adalah alasan mengapa aku ingin pergi. Aku menyadari ternyata kita tidak bisa terus lari. Pasti dalam hidup ada satu masa yang mengharuskan kita untuk menemukan “rumah” dalam diri sendiri. Jadi, kita bisa merasa selalu di “rumah” di manapun atau kapanpun kita berada. Pada akhirnya, kita bisa baik-baik saja dengan pikiran-pikiran sendiri.
Pasti dalam hidup ada satu masa yang mengharuskan kita untuk menemukan “rumah” dalam diri sendiri.
Jika melihat kembali ke belakang, perjalanan diriku yang sekarang melibatkan begitu banyak orang dan situasi yang berbeda-beda. Aku kurang percaya dengan istilah self-made. Sebaliknya, aku percaya bahwa butuh banyak orang untuk membentuk satu individu. Di balik jati diri seseorang ada jerih payah seribu orang dalam pembentukannya. Itulah yang terjadi padaku. Dalam aspek karier, awalnya aku hanyalah seorang ilustrator paruh waktu. Namun karena bertemu dengan banyak orang, mendapat dukungan dari banyak orang, yang bahkan banyak aku dapatkan dari teman-teman di media sosial, aku bisa mendapat lebih banyak kesempatan.
Di balik jati diri seseorang ada jerih payah seribu orang dalam pembentukannya.
Dalam perjalanan itu pun, aku melihat kata “penerimaan” menjadi kata kunci dalam pembentukan diriku baik secara personal maupun profesional. Sebelum kuliah, aku berada di lingkungan yang cukup homogen. Aku berupaya keras untuk bisa diterima dengan standar yang ada dan bisa berbaur. Ternyata upaya itu cukup berat hingga membuatku jadi sulit menerima diri sendiri. Terkadang aku merasa tidak aman dan selalu cemas. Perihal menguncir rambut saja tidak berani karena merasa akan terlihat jelek atau aneh.
Tapi itu semua berubah ketika aku berada di kuliah jurusan seni di mana begitu banyak orang-orang yang terlihat eksentrik dan unik menurut pemahaman mereka sendiri-sendiri. Ternyata, berada di lingkungan dengan beragam orang yang berbeda bisa menggali sesuatu dalam diri yang tersembunyi. Aku merasa menerima banyak dukungan atas apa yang aku lakukan dan apa adanya aku. Sekaligus memahami bahwa tidak selamanya perjalanan akademis atau karier harus selalu kompetitif. Ada lebih dari satu cara untuk mencapai sesuatu, dan menang bersama-sama rasanya lebih nikmat.
Tidak selamanya perjalanan akademis atau karier harus selalu kompetitif. Ada lebih dari satu cara untuk mencapai sesuatu, dan menang bersama-sama rasanya lebih nikmat.
Saat ini, walaupun aku sudah cukup menerima diri sendiri, tapi aku merasa belum menjadi versi paling otentik 100%. Aku merasa ketika kita sudah menjadi otentik 100% berarti tidak ada lagi yang perlu dipelajari dan diubah. Sedangkan, mengubah konsep yang sudah kita tahu selama ini dan harus percaya pada suatu konsep baru yang ada di luar kita adalah hal yang sulit. Contohnya dalam aspek profesional, terkadang aku sulit untuk jujur ke diri sendiri atau kepada audiens jika pada satu waktu aku sedang tidak merasa dalam suasana ingin menggambar. Atau misalnya aku bisa bilang berkarya untuk diri sendiri dan tidak butuh validasi, tapi ternyata aku juga tidak bisa menyangkal bahwa aku berharap karya itu bisa direspon positif. Saat tahu ternyata ada orang yang kurang suka dengan karyaku, aku masih bisa goyah dengan prinsip “berkarya bukan untuk validasi”. Artinya, aku masih bisa tidak jujur pada diri sendiri dan belum otentik. Tapi aku berharap suatu hari nanti, aku bisa benar-benar menjadi otentik 100%.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jepara, Way Jepara, Lampung Timur adalah sebuah desa di Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, Indonesia.